KOPERASI LESTARI - Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2012 tentang Perkoperasian dinilai lebih
buruk dibanding dengan UU Koperasi yang lama, yaitu UU Nomor 25 Tahun
1992. Hal itu terungkap dari hasil kajian Asosiasi Pendamping Perempuan
Usaha Kecil (Asppuk) Jawa yang disampaikan dalam refleksi tahunan Asppuk
Jawa di Surakarta, Kamis, 7 Februari 2013.
Sekretaris Eksekutif Asppuk Jawa, Yanti Susanti, bahkan mengatakan UU koperasi yang baru lebih busuk daripada UU sebelumnya. "Karena sudah menghilangkan roh koperasi yang sebenarnya," katanya di sela acara refleksi.
Dia
mengatakan UU Nomor 17 Tahun 2012 sudah menghilangkan peran anggota
koperasi. Padahal, koperasi terbentuk dari kumpulan calon anggota yang
memiliki tujuan yang sama untuk mendirikan sebuah usaha atas dasar asas
kekeluargaan.Sekretaris Eksekutif Asppuk Jawa, Yanti Susanti, bahkan mengatakan UU koperasi yang baru lebih busuk daripada UU sebelumnya. "Karena sudah menghilangkan roh koperasi yang sebenarnya," katanya di sela acara refleksi.
Perubahan yang sangat jauh melenceng dari semangat kekeluargaan koperasi, misalnya adanya peluang penyertaan modal dari non-anggota koperasi. Dia menilai nantinya pemodal besar dapat mendominasi koperasi dan akhirnya menguasai hajat hidup orang banyak yang bergantung pada koperasi.
"Lalu fungsi badan pengawas yang sangat dominan. Karena pengurus diangkat dan diberhentikan oleh dewan pengawas," ujarnya. Sehingga jika badan pengawas menilai kinerja pengurus kurang maksimal, pengurus bisa tiba-tiba diberhentikan. "Ini bisa mengganggu keberlangsungan koperasi," katanya. Sebelumnya, pengurus dipilih oleh anggota.
Atau, jika badan pengawasnya terdiri dari mereka yang tidak komitmen mengelola koperasi, hanya akan menghancurkan koperasi. Badan pengawas tidak mesti anggota koperasi dan bisa diisi non-anggota.
Dia mengaku saat ini tengah menggalang dukungan dari sesama pegiat bidang perkoperasian untuk mengajukan permohonan uji materi UU 17 Tahun 2012 ke Mahkamah Konstitusi. "Kami ingin UU 17/2012 dibatalkan. Tidak sekadar direvisi, karena semangatnya bukan semangat berkoperasi," dia menegaskan.
Apalagi penyusunan UU 17/2012 oleh Dewan Perwakilan Rakyat tanpa melalui mekanisme menyerap aspirasi masyarakat. "Kami kecolongan. Tiba-tiba saja digedok DPR," katanya.
Ketua I Pusat Koperasi Wanita Jawa Timur (Puskowanjati) Isminarti Tarigan mengatakan UU 17/2012 punya dampak negatif terhadap model koperasi tanggung renteng seperti Puskowanjati. Dalam sistem tanggung renteng, anggota berposisi sebagai subyek dan terlibat aktif dalam keputusan pengembangan usaha.
"Tapi menilik definisi koperasi di UU 17/2012, anggota diposisikan sebagai obyek badan usaha. Koperasi lebih mengedepankan materi daripada keterlibatan anggota dalam keberlangsungan koperasi," ujarnya.
Dampak negatif lain yaitu adanya pengawas yang superior yang akan membunuh karakteristik dan budaya organisasi koperasi, lalu menghilangkan hak anggota untuk memilih dan dipilih. "Budaya demokrasi juga ikut hilang karena pengawas terlalu dominan," katanya.
Soal permodalan, UU 17/2012 akan mengubah koperasi menjadi milik pemodal besar. Sehingga keanggotaan koperasi berubah menjadi keanggotaan berdasarkan modal. "Bahkan koperasi bisa menjadi tempat praktek pencucian uang karena tidak ada pembatasan yang jelas soal modal," ujarnya.
Yuliana dari Yayasan Satu Bangsa Solo mengatakan UU Koperasi 17/2012 menghilangkan semangat kebersamaan. Dia menyoroti pemisahan antara koperasi simpan pinjam dan koperasi serba usaha. "Padahal kalau dipisah akan menyulitkan anggota koperasi yang ingin berusaha tapi tidak punya modal," katanya.