KOPERASI LESTARI - Pengadilan Tipikor Jakarta kemarin menyidangkan kasus Century untuk
pertama kali dengan terdakwa mantan Deputi IV Gubernur BI bidang moneter
dan devisa Budi Mulya . Dia diduga memperkaya diri dan orang lain terkait kasus dugaan korupsi
pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) dan Penetapan Bank
Century sebagai bank gagal berdampak sistemik sehingga dana talangan
triliunan rupiah dikucurkan.
Yang menarik, selain nama Komisaris PT Bank Century Robert Tantular dan Dirut Bank Century Hermanus Hasan Muslim, sejumlah nama pejabat Bank Indonesia ikut terseret seperti Gubernur BI kala itu Boediono , Miranda Swaray Goeltom selaku Deputi Senior BI, Siti Chalimah Fadjriah selaku Deputi Gubernur Bidang 6 Pengawasan Bank Umum dan Bank Syariah.
Yang menarik, selain nama Komisaris PT Bank Century Robert Tantular dan Dirut Bank Century Hermanus Hasan Muslim, sejumlah nama pejabat Bank Indonesia ikut terseret seperti Gubernur BI kala itu Boediono , Miranda Swaray Goeltom selaku Deputi Senior BI, Siti Chalimah Fadjriah selaku Deputi Gubernur Bidang 6 Pengawasan Bank Umum dan Bank Syariah.
Kemudian
Deputi Gubernur Bidang 5 Kebijakan Perbankan/Stabilitas Sistem Keuangan
dan selaku anggota Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Muliaman Harmansyah Hadad, Deputi Gubernur Bidang 3 Kebijakan Moneter
Hartadi Agus Sarwono, Deputi Gubernur Bidang 8 Logistik, Keuangan,
Penyelesaian Aset, Sekretariat dan KBI Ardhayadi Mitroatmodjo serta
Sekretaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Raden Pardede.
Dalam dakwaan, Jaksa KPK KMS Roni menyatakan Budi Mulya dan Boediono
bersama-sama memperkaya diri sendiri dan orang lain saat
menggelontorkan dana sejumlah Rp 7,4 triliun. Jaksa menggunakan Pasal 2
ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU RI No 20 Tahun
2001 tentang Perubahan Atas UU No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan
Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) KUH Pidana.
Ancaman maksimal pasal ini adalah 20 tahun penjara.
Sementara itu, anggota Timwas Century DPR Chandra Tirta Wijaya yang memantau persidangan itu menyebut puluhan kali nama Boediono disebut dalam dakwaan jaksa. "Kita lihat kan selalu disebut bersama-sama nama Boediono sebanyak 65 kali. Menurut kita, ini harus kita antisipasi arif dan bijaksana oleh Republik Indonesia. Sikap dan tegas bahwa Boediono Wakil Presiden ini kembali kepada diri Presiden," ujar Chandra di Gedung Tipikor, Jakarta, Kamis, (6/3).
Juru Bicara Wakil Presiden Yopie Hidayat mengatakan Boediono siap bersaksi di persidangan Budi Mulya
jika hakim membutuhkan keterangannya. "Akan menghormati proses hukum,
mendukung masalah ini setuntas-tuntasnya, tidak ada jadi persoalan, jadi
kita lihat saja apa ada perlunya memanggil Boediono ke pengadilan," ujar Yopie di kantor Wapres, Jakarta, Kamis (6/3).
Apalagi, menurut Yopie, Boediono telah 2 kali memberi keterangan kepada KPK dalam kasus ini. "Tunggu saja apakah diperlukan atau tidak, karena Boediono sudah 2 kali memberi keterangan kepada KPK dengan jelas dan lengkap," ujarnya.
Dia menegaskan, Boediono
tidak kan berlindung di balik jabatannya sebagai Wakil Presiden.
"Boediono tidak akan berlindung di balik simbol-simbol kenegaraan dalam
menjalankan tugasnya demi hukum. Kalau memang sidang memerlukan pasti, Boediono selalu ingin membantu menyelesaikan persoalan ini sejelas-jelasnya," tegas Yopie.
Yopie mengatakan, nama Boediono yang tercantum dalam dakwaan Budi Mulya, hanya merupakan kontruksi kejadian perkara tersebut. Yopie mencontohkan ada banyak nama anggota DPR yang juga pernah disebut dalam dakwaan. Anggota-anggota DPR itu pun bukan berarti dianggap melanggar hukum juga.
"Jangan mengambil kesimpulan terlalu dini, dan disebutkan kan bisa jadi dalam konteks kontruksi kejadiannya. Banyak anggota DPR masuk dakwaan, tapi apa semua masuk penjara? Karena DPR kan mengambil keputusan secara bersama-sama, tetapi yang dihukum kan orang-orang yang melanggar, terbukti melakukan korupsi, atau memanfaatkan jabatannya. Jadi tidak bisa kita langsung menyebutkan dalam tindakan itu langsung bersalah," ujarnya.
Jadi, beranikah jaksa KPK menghadirkan Boediono dalam persidangan sebagai saksi?